Jumat, 26 Juli 2013

Biaya Cetak Naskah UN-SD di NTT Masih Utang


Kupang-TO.Rekanan pemerintah untuk proyek percetakan naskah Ujian Nasional (UN) Sekolah Dasar (SD) di Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat kesal.Sebab, pemerintah dalam
hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) belum juga membayar biaya cetak naskah UN SD sebesar Rp 1,6 Miliar.Seharusnya pembayaran dilakukan pada Mei 2013 lalu.“Sampai saat ini belum dibayar tanpa alasan yang jelas,” ujar Direktur CV Perdana Sakti Hans Adam L Pong kepada wartawan  Jumat (26/7) di Kupang.Hans menjelaskan, pihaknya sudah memenuhi kewajibannya dalam mencetak naskah UN pengepakan, pengiriman ke tempat tujuan dan biaya pengamanan naskah. “Kami sudah mengeluarkan dana yang besar. Tapi, pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seakan-akan membuat alasan yang berbelit-belit. Padahal, kontrak kerja sudah jelas ditandatangani bersama sesuai peraturan yang berlaku,” keluh Hans.

Dijelaskan, pihaknya mendapat pekerjaan mencetak naskah UN SD untuk tiga mata pelajaran yakni Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam untuk 134.412 murid. Seluruh naskah itu disebar ke 3.263 SD di 21 kabupaten/kota se-NTT pada 6-9 Mei 2013 lalu. Seluruh proses pengerjaan berjalan lancar dan tepat waktu sesuai perjanjian kerja.

“Kami telah melengkapi semua syarat serta dokumen untuk proses pembayaran. Namun, hingga saat ini belum ada tanda-tanda hasil pekerjaan kami itu dibayar,” kata dia.

Ia meminta Menteri Muhammad. Nuh dan Presiden Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melihat masalah itu secara cermat. Sebab, sebagai putra daerah, pihaknya telah melaksanakan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu. Ternyata, tambah dia, malah dipermainkan. “Kami merasa dikhianati oleh Pemerintah Pusat dengan alasan yang tidak manusiawi itu,” kata Hans.

Sementara itu, Ketua Panitia UN NTT yang juga Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi NTT Yohanes Mau mengatakan, pihaknya telah berusaha melakukan koordinasi dengan Kemdikbud di Jakarta. 

“Hasil koordinasi itu pihak KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) hanya menyampaikan bahwa akan dibayarkan kepada rekanan melalui rekening perusahaan. Namun, hingga hari ini belum dibayarkan. Jadi, kalau rekanan kecewa, itu bisa dimaklumi. Sebab, sudah tiga bulan pekerjaan selesai dikerjakan tetapi belum dibayar. Kami merasa bersalah,” paparnya.

Ia mengatakan, rekanan telah mengerjakan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu. “Semuanya berjalan dengan lancar. Berbeda dengan UN untuk SMA/SMK yang mengalami keterlambatan,” kata Yohanes.

Secara terpisah Ketua Persatuan Perusahan Grafika Indonesia Mikael Betty menegaskan, Kemdikbud semestinya segera membayar. “Jika meminta fee sebaiknya jangan mempersulit pembayaran. Kami berharap BPK segera mengaudit hasil pekerjaan tersebut. Mengapa tidak dibayar?” tegas Mikael.

Mikael meminta kepada petinggi negeri ini, untuk semua pelaksanaan pekerjaan perbanyak Naskah UN untuk wilayah NTT, sebaiknya dikerjakan di NTT. Sebab, NTT merupakan provinsi kepulauan yang sulit dijangkau. Banyak sekolah berada di daerah terpencil.

“Selama ini kami sebagai pengusaha di bidang percetakan telah membantu pertumbuhan dan pengentasan kemiskinan melalui membuka lapangan kerja kepada putra-putra daerah sebagai karyawan di perusahaan-perusahaan percetakan di NTT. Kebijakan pemerintah pusat untuk pelaksanaan memperbanyak naskah UN difokuskan di Jakarta merupakan tindakan kongkalikong untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan mengabaikan kepentingan banyak orang khususnya masyarakat NTT,” tambah Mikael.  by : elon 

0 komentar:

Posting Komentar