Kupang-TO.Rekanan pemerintah untuk proyek
percetakan naskah Ujian Nasional (UN) Sekolah Dasar (SD) di Nusa Tenggara Timur
(NTT) sangat kesal.Sebab, pemerintah dalam
hal ini Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud) belum juga membayar biaya
cetak naskah UN SD sebesar Rp
1,6 Miliar.Seharusnya pembayaran dilakukan pada Mei 2013 lalu.“Sampai
saat ini belum dibayar tanpa alasan yang jelas,” ujar Direktur CV Perdana Sakti
Hans Adam L Pong kepada wartawan Jumat
(26/7) di Kupang.Hans
menjelaskan, pihaknya sudah memenuhi kewajibannya dalam mencetak naskah UN pengepakan,
pengiriman ke tempat tujuan dan biaya pengamanan naskah. “Kami sudah
mengeluarkan dana yang besar. Tapi, pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
seakan-akan membuat alasan yang berbelit-belit. Padahal, kontrak kerja sudah
jelas ditandatangani bersama sesuai peraturan yang berlaku,” keluh Hans.
Dijelaskan,
pihaknya mendapat pekerjaan mencetak naskah UN SD untuk tiga mata pelajaran
yakni Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam untuk 134.412
murid. Seluruh naskah itu disebar ke 3.263 SD di 21 kabupaten/kota se-NTT pada
6-9 Mei 2013 lalu. Seluruh proses pengerjaan berjalan lancar dan tepat waktu
sesuai perjanjian kerja.
“Kami
telah melengkapi semua syarat serta dokumen untuk proses pembayaran. Namun,
hingga saat ini belum ada tanda-tanda hasil pekerjaan kami itu dibayar,” kata
dia.
Ia
meminta Menteri Muhammad. Nuh dan Presiden Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
untuk melihat masalah itu secara cermat. Sebab, sebagai putra daerah, pihaknya
telah melaksanakan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu. Ternyata, tambah dia,
malah dipermainkan. “Kami merasa dikhianati oleh Pemerintah Pusat dengan alasan
yang tidak manusiawi itu,” kata Hans.
Sementara
itu, Ketua Panitia UN NTT yang juga Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Provinsi NTT Yohanes Mau mengatakan, pihaknya telah berusaha melakukan
koordinasi dengan Kemdikbud di Jakarta.
“Hasil koordinasi itu pihak KPA (Kuasa
Pengguna Anggaran) hanya menyampaikan bahwa akan dibayarkan kepada rekanan
melalui rekening perusahaan. Namun, hingga hari ini belum dibayarkan. Jadi,
kalau rekanan kecewa, itu bisa dimaklumi. Sebab, sudah tiga bulan pekerjaan
selesai dikerjakan tetapi belum dibayar. Kami merasa bersalah,” paparnya.
Ia
mengatakan, rekanan telah mengerjakan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu.
“Semuanya berjalan dengan lancar. Berbeda dengan UN untuk SMA/SMK yang
mengalami keterlambatan,” kata Yohanes.
Secara
terpisah Ketua Persatuan Perusahan Grafika Indonesia Mikael Betty menegaskan,
Kemdikbud semestinya segera membayar. “Jika meminta fee sebaiknya jangan
mempersulit pembayaran. Kami berharap BPK segera mengaudit hasil pekerjaan
tersebut. Mengapa tidak dibayar?” tegas Mikael.
Mikael
meminta kepada petinggi negeri ini, untuk semua pelaksanaan pekerjaan perbanyak
Naskah UN untuk wilayah NTT, sebaiknya dikerjakan di NTT. Sebab, NTT merupakan
provinsi kepulauan yang sulit dijangkau. Banyak sekolah berada di daerah
terpencil.
“Selama
ini kami sebagai pengusaha di bidang percetakan telah membantu pertumbuhan dan
pengentasan kemiskinan melalui membuka lapangan kerja kepada putra-putra daerah
sebagai karyawan di perusahaan-perusahaan percetakan di NTT. Kebijakan
pemerintah pusat untuk pelaksanaan memperbanyak naskah UN difokuskan di Jakarta
merupakan tindakan kongkalikong untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan
mengabaikan kepentingan banyak orang khususnya masyarakat NTT,” tambah Mikael. by : elon