Kupang-TO.Rencana
Perusahaan Listrik Negara (PLN) wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk
mengatasi masalah kelistrikan di daerah itu dengan mengoperasikan Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kawasan Industri Bolok, Kabupaten Kupang terancam
gagal.
Pasalnya, pembangunan tower nomor 51 di Kecamatan Maulafa, Kota Kupang
masih bermasalah. Dimana, masyarakat di kecamatan itu menolak pembangunan tower
tersebut, karena kompensasi ganti rugi belum dipenuhi PLN.
“Pengoperasiannya masih
terkendala dengan pembangunan tower 51 di Kecamatan Maulafa,” kata Bisthok
Nainggolan, General Manager Unit Induk Pembangunan XI PLN wilayah Nusa Tenggara
kepada wartawan di Kupang, Jumat, 17 Mei 2013.
Seharusnya, menurut dia,
PLTU Bolok dengan kapasitas 2×16,5 mega waat (mw) sudah beroperasi pada 10 Juli
2013. Namun, sejumlah warga di Kecamatan Maulafa masih menolak rencana
pembangunan jaringan sinskronisasi PLN, tepatnya di tower 51.
“Kami sudah
lakukan pendekatan, namun, Masyarakat tetap menolak pembangunan tower
tersebut,” katanya.
Sesuai aturan, katanya,
pemberian kompensasi atau ganti rugi hanya diberikan kepada masyarakat yang
lahannya digunakan untuk membangun tower dengan luas 300 meter persegi.
Sedangkan di luar itu, PLN tidak memberikan ganti rugi. “Kami tidak bisa
berikan kompensasi, karena penolakan itu justru dilakukan warga yang lahannya
hanya dilintasi kabel tower itu,” katanya.
Karena itu, pihaknya
meminta agar masyarakat menerima pembangunan tower tersebut, sehingga PLTU
Bolok segera dioperasikan sesuai jadawal, sehingga masalah kelistrikan di
daerah ini segera di operasikan.
“Kami minta kerjasama masyarakat agar PLTU
segera dioperasikan,” katanya.
Sementara itu, General
Manager (GM) PLN wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) Ricard Safkau mengatakan,
jika pembangunan tower 51 tidak berjalan, maka pengoperasian PLTU terancam
batal. Sehingga berakibat pada terjadi pemadaman bergilir, karena mesin
pengakit listrik PLN tidak mampu melayani pemakaian listrik di daerah ini.
“Beban puncak listrik mencapai 53 MW, sedangkan mesin kami hanya mampu layani
berkitar antara 43-45 MW,” katanya.
Namun, jika PLTU bisa
beroperasi, maka beban puncak 53 MW 60 persen atau 33 MW-nya dilayani oleh
PLTU, sedangkan sisanya oleh mesin pembangkit listrik milik PLN. “Mesin ini
tetap dioperasikan untuk penuhi kebutuhan listrik,” katanya. by : elon
Sumber: NTT Terkini
0 komentar:
Posting Komentar